Minggu, 10 September 2017

TEORI-TEORI DALAM KOMUNIKASI MASSA


Teori Komunikasi Massa

A.    Hypodermic Needle Theory

Teori peluru  ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa yang oleh pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan Hypodermic Needle Theory (teori jarum suntik). Teori ini ditampilkan tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun invasion From Mars (Effendy. 1993 264-265).
Teori ini mengasumsikan bahwa media massa memilliki kekuatan yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif). Pengaruh media sebagai hypodermic injection (jarum suntik) didukung oleh munculnya kekuatan propaganda perang dunia I (1914-1918) dan perang dunia II (1939-1945). Teori peluru yag dikemukakan Wilbur Scharmm pada tahun 1950-an.
Menurut teori ini, media menyajikan stimuli perkasa yang secara seragam diperhatikan oleh massa. Stimuli ini membagkitkan desakan, emosi, dan atau proses lain yang hampir tidak terkontrol oleh individu. Setiap anggota massa memberikan respon yang sama pada stimuli media massa yang datang dari media massa. Karena teori ini mengasumsikan massa yang tidak berdaya ditembaki oleh stimuli media massa. Teori ini disebut teori peliruh (bullet theory) atau model jarum epidermis yang menganalogikan pesan komunikasi seperti obat yang disuntukkan dengan jarum kebawah kulit pasien. Elisabeth Noelle-Neumann menyebutkan teori ini “the concept of powerfull mass media”.
Sederhananya media massa menyampaikan infomasi kepada khalayak, kemudian diterima baik oleh khalayak yang menerimanya. Khalayak tidak memberikan feed back penolakan, tetapi khalayak merespon degan baik informasi yag disajikan oleh media massa. Namun teori ini tidak berlaku untuk semua informasi yang disajikan oleh media melainkan hanya kepada iformasi/program acara televisi tertentu

B.     Lasswell Model

Seorang ahli ilmu politik Amerika Serikat pada tahun 1948 mengumumkan suatu ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa. Ungkapan yang merupakan cara sederhana untuk memahami proses komunikasi massa adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: siapa (who); berkata apa (say what); melalui apa (in wich chanel); kepada siapa (to whom); dengan efek apa (with what effect.
Pertanyaan-pertanyaan Lasswel ini, meskipun sangat sederhana atau terlalu menyederhanakan sesuatu fenomena komunikasi massa, namun sangat membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur pada kajian terhadap komunikasi massa. Selain dapat menggambarkan komponen-komponen dalam proses komunikasi massa, Lasswell sendiri menggunakan pertanyaan-pertayaan tersebut untuk membedakan berbagai jenis penelitian komunikasi.
Sumbangan pemikiran Lasswell dalam kajian teori komunikasi massa adalah identifikasi yang dilakukan terhadap tiga fungsi dari komunikasi massa. Pertama adalah kemampuan-kemampuan media massa memberikan informasi yang berkaitan dengan ligkungan di sekitar kita, yang dinamakannya surveillance. Kedua, adalah kemampuan media massa memberikan berbagai pilihan dan alternative dalam penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat, yang dinamakannya sebagai fungsi correlation. Ketiga adalah fungsi media massa dalam mensosialisasikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat yang dalam terminology Lasswll dinamakan sebagai transmission (Shoemaker dan Resse, 1991: 28-29). Dalam perkembangannya, Charles Wright menambahkan fungsi kempat yaitu entertaiment, di mana komunikasi massa dipercaya dapat memberikan pemenuhan hiburan bagi para konsumen dengan control oleh para produsen.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar