Teori Komunikasi
Massa
A. Hypodermic
Needle Theory
Teori peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi
massa yang oleh pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan Hypodermic Needle Theory (teori jarum suntik). Teori ini ditampilkan
tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun invasion From Mars (Effendy. 1993
264-265).
Teori ini mengasumsikan bahwa media
massa memilliki kekuatan yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau
tidak tahu apa-apa. Seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi
yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif). Pengaruh media
sebagai hypodermic injection (jarum
suntik) didukung oleh munculnya kekuatan propaganda perang dunia I (1914-1918)
dan perang dunia II (1939-1945). Teori peluru yag dikemukakan Wilbur Scharmm
pada tahun 1950-an.
Menurut teori ini, media menyajikan stimuli
perkasa yang secara seragam diperhatikan oleh massa. Stimuli ini membagkitkan
desakan, emosi, dan atau proses lain yang hampir tidak terkontrol oleh individu.
Setiap anggota massa memberikan respon yang sama pada stimuli media massa yang
datang dari media massa. Karena teori ini mengasumsikan massa yang tidak
berdaya ditembaki oleh stimuli media massa. Teori ini disebut teori peliruh
(bullet theory) atau model jarum epidermis yang menganalogikan pesan komunikasi
seperti obat yang disuntukkan dengan jarum kebawah kulit pasien. Elisabeth
Noelle-Neumann menyebutkan teori ini “the
concept of powerfull mass media”.
Sederhananya media massa menyampaikan
infomasi kepada khalayak, kemudian diterima baik oleh khalayak yang menerimanya.
Khalayak tidak memberikan feed back
penolakan, tetapi khalayak merespon degan baik informasi yag disajikan oleh
media massa. Namun teori ini tidak berlaku untuk semua informasi yang disajikan
oleh media melainkan hanya kepada iformasi/program acara televisi tertentu
B. Lasswell Model
Seorang ahli
ilmu politik Amerika Serikat pada tahun 1948 mengumumkan suatu ungkapan yang
sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa. Ungkapan yang
merupakan cara sederhana untuk memahami proses komunikasi massa adalah dengan
menjawab pertanyaan sebagai berikut: siapa (who);
berkata apa (say what); melalui apa (in wich chanel); kepada siapa (to whom); dengan efek apa (with what effect.
Pertanyaan-pertanyaan
Lasswel ini, meskipun sangat sederhana atau terlalu menyederhanakan sesuatu
fenomena komunikasi massa, namun sangat membantu mengorganisasikan dan
memberikan struktur pada kajian terhadap komunikasi massa. Selain dapat
menggambarkan komponen-komponen dalam proses komunikasi massa, Lasswell sendiri
menggunakan pertanyaan-pertayaan tersebut untuk membedakan berbagai jenis
penelitian komunikasi.
Sumbangan pemikiran
Lasswell dalam kajian teori komunikasi massa adalah identifikasi yang dilakukan
terhadap tiga fungsi dari komunikasi massa. Pertama adalah kemampuan-kemampuan
media massa memberikan informasi yang berkaitan dengan ligkungan di sekitar
kita, yang dinamakannya surveillance.
Kedua, adalah kemampuan media massa memberikan berbagai pilihan dan alternative
dalam penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat, yang dinamakannya sebagai
fungsi correlation. Ketiga adalah
fungsi media massa dalam mensosialisasikan nilai-nilai tertentu kepada
masyarakat yang dalam terminology Lasswll dinamakan sebagai transmission (Shoemaker dan Resse, 1991:
28-29). Dalam perkembangannya, Charles Wright menambahkan fungsi kempat yaitu entertaiment, di mana komunikasi massa
dipercaya dapat memberikan pemenuhan hiburan bagi para konsumen dengan control oleh
para produsen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar